MODEL-MODEL PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual
RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian dari CTL?
Apa yang dimaksud dengan pemikiran tentang belajar?
C. Bagaimana hakekat Pembelajaran Kontekstual?
Apa pengertian Pembelajaran Kontekstual?
Bagaimana perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional?
Bagaimana penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas?
 Apa saja komponen Pembelajaran Kontekstual?
Apa karakteristik Pembelajaran Kontekstual?
Bagaiman menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual?
 TUJUAN PENYUSUNAN
Agar Pembaca yang hampir seluruhnya merupakan guru dan calon guru dapat lebih mengetahui konsep dari model pembelajaran konterkstual dan penerapannya di dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat mempermudah seorang pengajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan
METODE PENYUSUNAN
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka dan penulusuran melalui internet untuk menunjang kelengkapan materi makalah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pengertian
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
B. Pemikiran tentang belajar
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
Proses belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
Transfer Belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
Siswa sebagai Pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Pentingnya Lingkungan Belajar
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
HAKEKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
PENGERTIAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota dan masyarakat
PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL
Kontekstual
Menyandarkan pada pemahaman makna.
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
Menyandarkan pada hapalan
Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
Ciptakan masyarakat belajar.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
TUJUH KOMPONEN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Konstruktivisme
Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
Inquiry
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
Questioning (Bertanya)
Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
Learning Community (Masyarakat Belajar)
Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
Tukar pengalaman.
Berbagi ide
Modeling (Pemodelan)
Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
Reflection ( Refleksi)
Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
Mencatat apa yang telah dipelajari.
Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
Penilaian produk (kinerja).
Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Kerjasama
Saling menunjang
Menyenangkan, tidak membosankan
Belajar dengan bergairah
Pembelajaran terintegrasi
Menggunakan berbagai sumber
Siswa aktif
Sharing dengan teman
Siswa kritis guru kreatif
Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain


MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyaraka
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
SELESTINUS WANAR ( 2013260278 )
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama halnya dengan kebutuhan papan, sandang, dan pangan.[1] Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu dengan yang lain. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam pendidikan perlu dikenali.[2]
Pengembangan diri-pun untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan memerlukan apa yang kita sebut dengan pendidikan. Pendidikan sudah ada sejak adanya peradaban yang diawali dengan proses kependidikan dalam lingkup yang masih terbatas.
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.   
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan jaman maka diperlukan satu pendidikan yang dapat mengembangkan kehidupan manusia dalam dimensi daya cipta, rasa dan karsa. Dimana ketiga hal tersebut di atas akan menjadi motivasi bagi manusia untuk saling berlomba dalam mencapai kemajuan sehingga keberadaan pendidikan menjadi semakin penting. Yang pada akhirnya menjadikan pendidikan sebagai kunci utama kemajuan hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga formal maupun informal dalam membantu proses transformasi sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai, diperlukan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas, dengan tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Dalam proses penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu perhitungan yang matang, cermat, dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang menjadikan moral sebagai basis rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban bangsa.
Dalam rangka unuk terwujudnya berbagai macan tuntutan diatas, maka menjadi sangat penting  mengefektifkan berbagai hal yang terkait dengan proses pengembangan pendidikan. Sehingga gelar bangsa yang maju akan dapat disandang oleh kita. Oleh karena itu, model pembelajaran perlu kita ketahui dan kita aplikasikan demi tercapainya tujuan. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Falsafah yang mendasari sistem pembelajaran kooperatif yaitu dari konsep Homo Homoni Socius. Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Kerjasama merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting demi kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya kerja sama tidak akan tercapai tujuan bersama.
Oleh karena itu, usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak sebagaimana dikutip Sri Wardhani.[3]  Model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Slavin, sebagaimana dikutif Isjoni dalam bukunya, mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaborasi yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Pembelajaran kooperatif merupakan miniature dari bermasyarakat dan belajar menyadari kekurangan serta kelebihan masing-masing.
TINJAUAN FILOSOFIS
Adapun yang mendasari dari pembelajaran kooperatif adalah konstruktifistik dan humanistik, disampaing juga yang telah disebutkan di atas, yaitu Homo Homoni socius.
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Filsafat konstruktivisme memberikan landasan bagi lahirnya teori belajar konstruktivistik. Untuk memahami teori belajar ini ada baiknya dibuat pembandingan dengan teori belajar yang lain, yang memang sangat bertolak belakang. Teori belajar pembandingnya adalah teori behavioristik. Teori ini dipilih karena akan memperjelas konsep konstruktivistik yang dipaparkan di sini. Belajar, menurut Thorndike, seorang penganut paham behavioristik, merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-sosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Jadi terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon.Kaum behavioristik meyakini bahwa perilaku merupakan kumpulan reflek yang diakibatkan proses conditioning.
Proses belajar bagi kaum behavioristik berlangsung tanpa mempertimbangkan potensi dan kemauan serta kesadaran peserta didik. Maka model pembelajaran bersifat teacher centered.
Adapun tujuan pembelajaran ditentukan oleh institusi dan peserta didik tinggal mengikutinya. Implikasinya: materi pelajaran ditentukan pengajar, pengajar aktif menerangkan dan peserta didik hanya pasif menerima hingga saatnya evaluasi. Bisa dikatakan pengajar menjadi satu-satunya sumber belajar. Motivasi belajar hanya dirangsang dengan nilai. Akibatnya tujuan belajar berbelok hanya sekedar sederetan angka. Tak jarang peserta didik dijadikan kebanggaan institusi dengan nilai-nilai yang tinggi, baik lewat ujian nasional maupun lomba-lomba. Akibatnya segala potensi, kemauan dan waktu peserta didik terserap hanya demi nilai.
Sementara dalam teori belajar humanistme proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teri ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Menurut teori humanisme, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia pun mampu mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang dad dalam diri mereka.
Dalam pelaksanaannya, teori humanisme ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful Lerning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna.materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan  keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang telah dimilikinya teori humanisme berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memenusiakan manusia yaitu mencapai aktualisai diari, pemahama diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadi teori humanisme dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanisntic bersifat sangan eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendiriian atau pendekatan belajar tertentu akan ada kebaikan dan ada pula klemahannya. Dalam arti ini elektisisme suatu system dengan membiarkan unsure-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanisme akan memanfaatkan teori-teori apapunasal tujuanya tercapai yaitu memanusiakan manusia.
TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu : hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial.
HasilBelajarAkademik
Pembelajaran kooperatif merupakan metode alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran  antara lain,  meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain, dan pada saat yang sama dapat meningkatkan prestasi akademik.
Ada beberapa dugaan tantang faktor yang menyebabkan lebih tingginya prestasi akdemik dalam metode pembelajaran kooperatif jika dibandingkan dengan metode lainnya. Dari perspektif perkembangan metode pembelajaran kooperatif, pengaruh pembelajaran kooperatif pada prestasi siswa sebagian besar disebabkan oleh penggunaan tugas terstruktur.
Dalam pandangan ini kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi, berdebat, mengemukakan pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain merupakan unsur penting dari pembelajaran kooperatif yang menyebabkan meningkatnya prestasi akademik. Dalam kegiatan tersebut siswa lebih banyak dirangsang dengan membaca, mendengar, dan berdiskusi. Informasi yang diulang-ulang dengan bantuan teman dengan bahasa yang mudah dipahami dapat menyebabkan siswa banyak terlibat dalam penerimaan informasi.
PenerimaanTerhadapPerbedaanIndividu
Metode pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dalam kondisi untuk saling bekerja, saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif dan belajar untuk menghargai satu sama lain.
Maka, untuk dapat merealisasikan hal tersebut dalam metode Cooperative Learning dibentuk kelompok kooperatif yang heterogen, yang berfungsi untuk penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan.
PengembanganKeterampilanSosial
Tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan siswa terampilan bekerja sama dan berkolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam masyarakat, karena sebagai manusia kita membutuhkan orang lain dan perlu bekerja sama dengan orang lain.[8]
UNSUR- UNSUR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur yang saling terkait, yakni:
1.    Salingketergantunganpositif(positive interdependence).
Ketergantungan positif ini bukan berarti siswa bergantung secara menyeluruh kepada siswa lain. Jika siswa mengandalkan teman lain tanpa dirinya memberi ataupun menjadi tempat bergantung bagi sesamanya, hal itu tidak bisa dinamakan ketergantungan positif. Guru harus menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Perasaan saling membutuhkan inilah yang dinamakan positif interdependence. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui ketergantungan tujuan, tugas, bahan atau sumber belajar, peran dan hadiah.[9]
2.    Tatapmuka( face to face interaction )
Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar dapat saling tatap muka sehingga mereka dapat berdialog tidak hanya dengan guru tapi juga bersama dengan teman. Interaksi semacam itu memungkinkan anak-anak menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Hal ini diperlukan karena siswa sering merasa lebih mudah belajar dari sesamanya dari pada dari guru.
3.      KetrampilanSosial(Social Skill)
Unsur ini menghendaki siswa untuk dibekali berbagai ketrampilan sosial yakni kepemimpinan (leadership), membuat keputusan (decision making), membangun kepercayaan (trust building), kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan manajemen konflik (management conflict skill). Ketrampilan sosial lain seperti tenggang rasa, sikap sopan kepada teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi yang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.[10]
4.    Proses Kelompok(Group Processing)
Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan tidak kooperatif serta membuat keputusan perilaku mana yang harus diubah atau dipertahankan.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran akan mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning community). Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar yang tahu dan belum tahu. Jerome Brunner mengenalkan sisi sosial dari belajar, sebagaimana dikutip oleh Melvin, ia mendeskripsikan “suatu kebutuhan manusia yang dalam untuk merespon dan secara bersama-sama dengan mereka terlibat dalam mencapai tujuan”, ia sebut resiprositas.[11] Masyarakat belajar mempunyai dorongan emosional dan intelektual yang memungkinkan peserta didik melampaui tingkat pengetahuan dan ketrampilan mereka sekarang.
JENIS-JENIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Sementara model pembelajaran kooperatif memiliki banyak ragam tipe dalam pengaplikasiannya dilapangan, sebagaimana disebutkan oleh Suyatno dalam bukunya “ menjelajah seratus pembelajaran inovatif”.[12] Namun dari sekian bayak tipe tersebut, ada yang sering dipakai dan tentunya paling efektif.
Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif, yaitu :
STAD (Student Teams Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya.
Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain.
 Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu 1. kelompok asal (home group) dan 2. kelompok ahli (expert group).
Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli.
Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.
LT (Learnig Together)
Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN MODEL CL
Setiap model pembelajaran tentunya tidak akan terlepas dari kelebihan ataupun kekurangan, karena kita tahu bahwa di dunia ini memang tidak ada yang sempurna sehingga satu sama yang lain harus saling melengkapi.
Berikut akan dijelaskan mengenai keunggulan dari model pembelajara kooperatif secara singkat : siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemapuan berfikir sendiri; dapat mengembangkan kemempuan mengungkapkan idea tau gagasan; dan dapat membantu anak untuk dapat merespon orang lain.
Adapun kelemahannya adalah : dengan leluasanya pembalajaran, maka apabila keleluasaan itu tidak optimal, tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai; dan penilaian kelompok dapat membutakan penilaian individu, apabila guru tidak jeli.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Terdapat beberapa langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :
Menyampaikantujuandanmemotivasisiswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
Menyajikaninformasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa.
Mengorganisasikansiswakedalamkelompok-kelompokbelajar.
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
Membimbingkelompokbelajar.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok kelompok belajar.
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Memberikanpenghargaan.
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa  model pembelajaran menjadi sangat penting dalam proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Model pembelajaran  adalah  pembungkus proses pembelajaran.
untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I.  Learning To Teach .Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar 2008.
Fatah Nanang. Landasan Manajemen PendidikanBandung, PT.Remaja Rosdakarya,2004.
Ilmawati Zulia dkk. Wajah Buruk Pendidikan Indonesia. Majalah al-wa’ie No.59 Tahun V, 1-3 Juli 2005.
Isjoni. Cooperative Learning Evektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta, 2010.
Ismail, Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP 2003.
Nurhadi.  Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo, 2004.
Sanjaya Wina. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta : kencana prenada media group, 2008.
Silberman L. Melvin. Active Learning: 101 cara belajar siswa aktif. Bandung: Nusa media, 2004.
Suyatno. Menjelajah Seratus Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.
Wardhani Sri. Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika 2006.

PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INTRUCTION)
SELESTINUS WANAR ( 2013260278 )
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam implementasi kurikulum, model, pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena suatu model tertentu yang digunakan dalam implementasikan kurikulum membawa implikasi terhadap penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran tertentu pula.
Salah satu komponen penting dalam kurikulum  pembelajaran adalah model pembelajaran. Karena melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik  mendapatkan  informasi,  ide,  keterampilan,  cara  berfikir,  dan mengekspresikan  ide.  Model  pembelajaran  berfungsi  pula  sebagai pedoman  bagi  para  perancang  pembelajaran  dan  para  guru  dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Menurut  Arends,  model pembelajaran  mengacu  pada  pendekatan  yang  akan  digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan  pembelajaran,  lingkungan  pembelajaran,  dan  pengelolaan kelas. Model pembelajaran berarti pula adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Pola urutan dari macam-macam model pengajaran memiliki komponen yang sama. Salah satu dari model pembelajaran adalah model pembelajaran langsung
Model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
Kita sering mendengar atau membaca bahkan menggunakan istilah model pembelajaran langsung, akan tetapi dalam prakteknya, model pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan teorinya. Hal ini dapat disebabkan karena kurang pahamnya guru dalam mempelajari model pembelajaran langsung. Untuk itulah dalam makalah ini akan dijelaskan tentang model pembelajaran langsung meliputi pengertian, unsur-unsur pembelajaran langsung, tahap-tahap pembelajaran langsung, kelebihan dan kekurangan pembelajaran langsung dan contoh aplikasi pembelajaran langsung
BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG
Menurut Arend, Model pembelajaran langsung adalah Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu. Dan  pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi.
Ada beberapa istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan model pembelajaran langsung diantaranya adalah active teaching (pengajaran aktiv) dengan tokohnya Good dan Grows (1983) yang melaksanakan progam Missouri Mathematics Effektiveness Study, dimana dalam studi ini 40 orang guru dibagi menjadi 2 kelompok. Salah satu kelompok mendapatkan latihan active teaching sementara kelompok lainnya terus mengajar seperti sebelumnya. Studi ini menemukan bahwa siswa dari kelompok pertama mendapatkan skor lebih tinggi dalam tes prestasi dan muridnya terlibat aktiv di kelas dibanding siswa murid kelompok kedua. Disebut pembelajaran aktiv karena dalam model ini siswa diharapkan dan dituntut untuk aktiv dalam pembelajaran terutama pada fase latihan terbimbing dan latihan mandiri. Kemampuan siswa dalam fase ini menentukan keberhasilan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran langsung juga disebut dengan Explicit Instruction. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Rosenshine dan Steven pada tahun 1986. Explicit instruction menekankan strategi demonstrasi oleh guru, strategi latihan terpadu, dan praktek mandiri atau penerapan strategi belajar. Explicit Instruction menurut Kardi dapat berbentuk “ceramah,  demonstrasi, pelatihan atau praktik, dan kerja kelompok ” Explicit Instruction”digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Dalam model ini kejelasan intruksi guru kepada siswa sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Begitu pula keseriusan siswa dalam mendemonstrasikan materi turut andil mempengarui.
Termasuk model pembelajaran langsung adalah  Mastery teaching yaitu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.  Model ini merupakan  bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui model ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.
Seringkali penggunaan pengetahuan prosedural memerlukan penguasaan pengetahuan prasyarat yang berupa pengetahuan deklaratif. Para guru selalu menghendaki agar siswa-siswa memperoleh kedua macam pengetahuan tersebut, supaya mereka dapat melakukan suatu kegiatan dan melakukan segala sesuatu dengan berhasil.
Jadi, model pembelajaran Langsung (Direct Intruction) juga dikenal dengan Istilah lain yang sering dipergunakan ialah, ceramah, pengajaran aktif (active Teaching), mastery teaching, dan explicit instruction. Dalam model Pengajaran langsung juga dikenal dengan sebutan whole Class Teaching ( pengajaran seluruh kelas), yaitu mengacu pada gaya mengajar dimana dimana guru terlibat aktiv mengusung isi pelajaran kepada muridnya dengan mengajarkan secara langsung kepada seluruh kelas.
C.    LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN LANGSUNG
Pemikiran mendasar dari model pembelajaran langsung adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku guru. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang harus diingat dalam menerapkan model pembelajaran langsung adalah menghindari penyampaian yang terlalu kompleks.
Diantara teori- teori belajar yang melandasi model pembelajaran Langsung adalah:
Teori Perkembangan Jean Piaget
Menurut Jean Piaget kemampuan untuk bergaul dengan hal-hal yang lebih abstrak  diperlukan untuk mencernakan gagasan- gasan dalam  berbagai mata pelajaran akademik. Piaget meyakini bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubbahan perkembanagn peserta didik.
Dalam pembelajaran langsung guru menjelaskan materi dan melakukan pelatihan terbimbing serta memberikan kesempatan siswa untuk mengadakan pelatihan mandiri sehingga siswa dapat menemukan pengalaman- pengalaman nyata tentang suatu materi tertentu.
 Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang digagas Albert Bandura. Menurut Bandura sbagian besar manusi belajar melalui pengamatan secara selektiv dan mengingat tingkah laku orang lain.
Seorang belajar menurut Teori ini, dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain ( model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan jalan ini memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran langsung pada fase kedua guru mendemonstrasikan pembelajaran sehingga siswa mendapat pengalaman pembelajaran yang benar dan pada fase kedua pengalaman yang telah diperoleh dipraktekkan siswa, meskipun tetap dalam pengawasan guru.
D.    TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN LANGSUNG
Salah satu karakteristik dari suatu model pembelajaran adalah adanya sintaks atau tahapan-tahapan pembelajaran yang harus diperhatikan guru. Adapun Tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut:
Tahap Pertama : Orientation (Orientasi). Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
Tahap Kedua: Presentation (Presentasi). Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
Tahap Ketiga : Structured Practice (Latihan terstruktur). Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah.
Tahap keempat: Guided Practice (Latihan terbimbing). Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.
Tahap Kelima: Independent Practice (Latihan mandiri). Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan.
Sedangkan Borich mengemukakan sintak dalam pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:
Reviu Harian
Pengecekan pekerjaan yang lalu
Pengarahan ulang
Penyajian bahan baru
Memberi pandangan umum
Menjabarkan langkah khusus
Membimbing kegiatan siswa
Memberikan penegasan
Memberikan umpan balik khusus
Mengecek pengertian
Melanjutkan kegiatan
4.      Memberikan koreksi dan umpan balik
Memberi koreksi
Memberi umpan balik
Memberi latihan Bebas
Reviuw Mingguan dan Bulanan
Sejalan dengan Hal tersebut di atas, Soeparman Kardi dan M. Nur mengelompokkan sintake dalam pembelajaran langsung ke dalam 5 Fase yaitu:
Fase- Fase
Perilaku Guru
Fase 1
Menyampaikan Kompetensi dan Tujuan Pembelajaran serta mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan kompetensi dan tujuan pembelajaran, informasi latar be;lakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan/ keterampilan
Guru mendemonstraasikan pengetahuan / keterampilan yang benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap
Fase 3
Membimbing Pelatihan
Guru merencanakan dan memberikan bimbingan pelatihan awal
Fase 4
Mengecek Pemahaman dan memberi Umpan Balik
Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, serta memberikan umpan balik
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan  dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih komplek dalam kehidupan sehari-hari
Penjelasan dari Tabel Fase dan peran guru dalam Pembelajaran Langsung di atas adalah:
Fase 1 = Memberitahukan Tujuan dan menyiapkan siswa
Kegiatan ini dilakukan untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pelajaran. (1) kegiatan pendahuluan  untuk  mengetahui  pengetahuan  yang  relevan  dengan  pengetahuan yang  telah  dimiliki  siswa; (2) mendiskusikan  atau  menginformasikan  tujuan pelajaran;  (3)  memberikan  penjelasan/arahan  mengenai  kegiatan  yang  akan dilakukan;  (4)  menginformasikan  materi/konsep  yang  akan  digunakan  dan kegiatan  yang  akan  dilakukan  selama  pembelajaran;  dan(5)  menginformasikan kerangka pelajaran.
Fase 2 = Presentasi dan Demonstrasi
Ada dua pengetahuan yang diberikan guru kepada siswa, Pertama, Pengetahuan Deklaratif yaitu guru mempresentasikan informasi kepada siswa, keberhasilannya terletak pada kemampuan guru dalam memberikan informasi dengan jelas dan spesifik kepada siswa.
Kedua, Pengetahuan Prosedural yakni guru mendemonstrasikan suatu konsep atau keterampilan dengan berhasil. Dalam hal ini guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponenya.
Fase 3 = menyediakan latihan terbimbing
Prinsip-prinsip yang digunakan sebagai acuan bagi guru dalam melakukan pelatihan terbimbing adalah:
Tugasi siswa melakukan latihan singkat, sederhana dan bermakna
Berikan pelatihan sampai benar- benar menguasai konsep
Guru harus pandai mengatur waktu selama pelatihan
Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan
Fase 4 = Mengecek Pemahaman dan memberi Umpan balik
Pengecekan dan pemberian umpan balik dapat berupa pertanyaan kepada siswa dan siswa memberi jawaban. Kemudian guru merespon kembali jawaban siswa tersebut. Cara lain adalah dengan tes lisan maupun tertulis.
Agar umpan balik lebih efektif, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan, yaitu:
Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan
Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik
Konsentrasikan pada tingkah laku bukan maksud
Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
Berikan pujian pada hasil yang baik
Jika umpan balik negative, tunjukkan bagaimana melakukan yang benar
Bantu siswa memusatkan perhatian pada “proses” bukan “hasil”
Ajari siswa cara memberikan umpan balik kepada diri sendiri dan bagaimana menilai keberhasilan kinerjanya.
Fase 5 = memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan (mandiri) dan penerapannya
Latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran pengajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah dan latihan mandiri dapat digunakan untuk memperpanjang waktu belajar.
Sebelum melaksanakan pembelajaran langsung guru perlu merencanakan proses pembelajaran. Adapun tugas-tugas perencanaan guru adalah  
Merumuskan Tujuan
Tujuan yang baik perlu berorientasi pada siswa yang spesifik, mengandung uraian yang jelas tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan (kriteria keberhasilan).
Memilih Isi
Bagi guru pemula yang masih dalam proses penguasaan sepenuhnya materi ajar, disarankan agar dalam memilih materi ajar mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan buku ajar tertentu.
c.    Melakukan Analisis Tugas
Analisis tugas ini adalah alat yang digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi dengan presisi yang tinggi hakikat yang setepatnya dari suatu keterampilan atau butir pengetahuan yang terstruktur dengan baik, yang akan diajarkan oleh guru.
d.   Merencanakan Waktu dan Ruang
Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh guru:
Memastikan bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan bakat dan kemampuan siswa
Memotivasi siswa agar mereka tetap melakukan tugas-tugasnya dengan perhatian yang optimal.
E.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG
Menurut Sudrajat, model  explicit instruction  memiliki  kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model explicit instruction 
Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan  urutan  informasi  yang  diterima  oleh  siswa  sehingga  dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
Dapat  menjadi  cara  yang  efektif  untuk  mengajarkan  informasi  dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.
Merupakan  cara  yang  paling  efektif  untuk  mengajarkan  konsep  dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.
Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
Memungkinkan  guru  untuk  menyampaikan  ketertarikan  pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa.
Sedangkan kelemahan model Direct instruction :
Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan  informasi  melalui  kegiatan  mendengarkan, mengamati,  dan  mencatat.  Karena  tidak  semua  siswa  memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam  hal  kemampuan,  pengetahuan  awal,  tingkat  pembelajaran  dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.
Karena siswa hanya memiliki sedikit ksesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit  bagi  siswa untuk  mengembangkan keterampilan sosial  dan interpersonal mereka.
Karena  guru  memainkan  peran  pusat  dalam  model  ini,  kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak  tampak  siap,  berpengetahuan,  percaya  diri,  antusias,  dan  terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru  yang  tinggi  dalam  kegiatan  pembelajaran,  yang  menjadi karakteristik  model  pembelajaran  langsung,  dapat  berdampak  negatif terhadap  kemampuan  penyelesaian  masalah,  kemandirian,  dan keingintahuan siswa.
Berdasarkan kutipan diatas, maka penggunaan  model  Direct  instruction dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan tersktruktur dimana isi materi penuh disampaikan kepada anak didik dalam waktu yang relatif singkat dan  guru  yang  memiliki  persiapan  yang  matang  dalam  penyampaian  pelajaran dapat  menarik  perhatian  siswa.  Namun  tidak  dipungkiri  bahwa  model  Direct instruction  memiliki  kelemahan  yaitu  ruang  untuk  siswa  aktif  memang  terlalu sempit  yang  berdampak  tidak  mengembangkan  keterampilan  sosial  siswa. Walaupun  Direct  instruction  memiliki  kelemahan  tidak  mengembangkan keterampilan sosial  siswa tetapi  itu tidak menjadi  penghalang karena  guru akan berperan aktif dalam proses pengembangan diri setiap siswa untuk memperoleh hasil yang baik dengan menggunakan pembelajaran ini. 
F.     CONTOH APLIKASI PEMBELAJARAN LANGSUNG
Banyaknya  model  pembelajaran  yang  dikembangkan  para pakar tersebut tidaklah berarti semua pengajar menerapkan semuanya untuk  setiap  mata  pelajaran  karena  tidak  semua  model  cocok  untuk setiap  topik  atau  mata  pelajaran.  Ada  beberapa  hal  yang  perlu dipertimbangkan dalam memilih model pembelajaran, yaitu: 1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sifat bahan/materi ajar, 2) Kondisi siswa, 3) Ketersediaan sarana-prasarana belajar.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran langsung:
1.      Menyampaikan tujuan danmempersiapkan siswa.
2.      Mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan.
3.      Membimbing pelatihan.
4.      Mengecek dan memberikan umpan balik.
5.      Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.
Berpijak pada penjelasan di atas, maka rumpun mata pelajaran yang sesuai untuk model pembelajaran langsung adalah MIPA (matematika, Fisika, Kimia). Sedangkan pada Mata Pelajaran Agama Islam, maka Materi yang cocok dengan pembelajaran langsung ini diantaranya:
Materi Sholat
Materi Taharah
Materi Wudlu dan Tayammum
Materi ibadah haji
Dan lain-lain
Contoh aplikasi Direct Teaching pada Pembelajaran Agama Islam materi Wudlu bagi siswa SD kelas 2
1.    Fase Pertama, guru menyampaikan tujuan pembelajaran agar siswa mampu menyebutkan tata cara berwudlu dan mempraktekkannya dengan benar. Pada tahap ini guru memberikan deskripsi tentang pengertian wudlu, syarat sah dan syarat wajib berwudlu, rukun dan sunnah wudlu serta hal-hal yang membatalkan wudlu.
2.    Fase Kedua, guru mendemonstrasikan cara berwudlu melalui tepuk wudlu dan praktek langsung
3.    Fase Ketiga, guru membimbing dalam pelatihan berwudlu dengan memberikan instruksi bertahap. Siswa mempraktekkan gerakan wudlu secara bersama- sama, tahap demi tahap sesuai intruksi guru. Guru memastikan gerakan siswa tepat sesuai aturan yang benar.
4.    Fase Keempat, guru mengecek pemahaman siswa dan memberi umpan balik tentang materi wudlu yang diberikan. Misalnya dengan memberikan seatwork (latihan-latihan soal) atau workbook (lembar kerja) seputar materi wudlu. Cara lain dengan Tanya jawab sesuai materi.
5.    Fase kelima, guru memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dengan melalui tugas rumah mengamati orang tua berwudlu setiap sebelum sholat dan menirunya
BAB III
PENUTUP
Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedur yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
 Adapun langkah atau sintaks dari pembelajaran langsung adalah:
Fase 1.   Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
Fase 2.      Mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan.
Fase 3.      Membimbing pelatihan.
Fase 4.      Mengecek dan memberikan umpan balik.
Fase 5.      Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.
Pembelajaran langsung mempunyai keunggulan namun disisi lain ada keterbatasan pada model ini. Diantaranya Relatif banyak materi  yang bisa tersampaikan, dan Untuk hal-hal yang sifatnya prosedural, model ini akan relatif mudah diikuti.
Pemikiran mendasar dari model pembelajaran langsung adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gu ru. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang harus diingat dalam menerapkan model pembelajaran langsung adalah menghindari penyampaian yang terlalu kompleks
Diantara Kekurangan/kelemahan model pembelajaran langsung adalah jika terlalu dominan pada ceramah, maka siswa merasa cepat bosan.
Sebagai guru, hendaknya kita mempelajari berbagai macam model-model pembelajaran dengan sungguh-sungguh, sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran yang akan kita alami kemudian hari. Model pembelajaran sangat penting karena dapat mempengaruhi keberhasilan pengajaran bagi guru, dan belajar bagi siswa. Penggunaan model harus disesuaikan dengan keadaan sekolah, keadaan guru, keadaan  siswa, serta materi/kurikulum yang ada.


DAFTAR PUSTAKA
Bruce Joyce,  Marsha Weil and Emily Calhoun, Models Of Teaching, (PHI Learning, tt)

Hakim, Lukmanul, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009)

Kardi, Soeparman dan Mohammad Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya: PSMS Unesa, 2004)

Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2009)

Muijs, Daniel dan David Reynold, Terj. Nelly Prajitno, Effective Teaching,Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)

Prihatin, Eka, Guru Sebagai Fasilitator, (Bandung: Karsa Mandiri Persada, 2008)

Sanjaya, Wina , Strategi Pembelajaran, (Bandung: Kencana Prenada Media Group, 2008)
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009)
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis. (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2011)
modelpembelajaranberdasarkanmasalah
SELESTINUS WANAR ( 2013260278 )
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnyakemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Siswa cenderung dijejali dengan berbagai informasi yang menuntut hafalan saja. Banyak sekali pengetahuan dan informasi yang dimiliki siswa tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi yang mereka hadapi. Alih-alih dapat menyelesaikan masalah, pengetahuan mereka seperti tidak relevan dengan apa yang mereka hadapi. Ketika siswa mengikuti sebuah pendidikan tiada lain untuk menyiapkan mereka menjadi manusia yang tidak hanya cerdas tetapi mampu menyelesaikan persoalan yang akan mereka hadapi di kemudian hari.
Sudah sering mendengar keluhan siswa betapa beratnya mereka mengikuti beban dari sekolah. Mereka dituntut untuk mengetahui segala hal yang dituntut oleh kurikulum. Walaupun kapasitas intelektualnya dapat menjangkau beban tersebut, siswa seperti telepas dari dunianya. Padahal yang mereka hadapi harus dapat diselesaikan dengan kemampuan sendiri. Oleh karena itu, pendidikan harus membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran dimana masalah dihadirkan di kelas dan siswa diminta untuk menyelesaikannya dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Pembelajaran bukan lagi sebagai “transfer of knowledge”, tetapi mengembangkan potensi siswa secara sadar melalui kemampuan yang lebih dinamis dan aplikatif.
Berdasarkan hal tersebut, guru perlu merancang pembelajaran yang mampu membangkitkan potensi siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Salah satu pendekatan pembelajaran tersebut adalah apa yang disebut “Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)” atau “Problem Based Learning (PBL)”. Pendekatan pembelajaran ini dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh.
Berdasarkan uraian diatas, maka judul yang diangkat yaitu “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Perbandingan Kelas V11 SMP”.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: “Bagaimanakah Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi Perbandingan Kelas   V11 SMP”?
TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada materi perbandingan kelas V11 SMP.
MANFAAT PENULISAN
Dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
Siswa
Meningkatkan minat belajar siswa dalam memahami pelajaran matematika
Membantu siswa mengatasi dan mengurangi kesulitan dalam belajar
Memotivasi siswa untuk bekerja sama dan bertanggung jawab.
GuruSebagai alternatif dalam kegiatan mengajar matematika, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga dapat memenuhi salah satu kompetensi guru, yaitu kompetensi profesionalisme guru yang berkaitan dengan pembelajaran.
Sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran
Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah, melalui peningkatan prestasi siswa dan kinerja guru.
PenulisDapat dijadikan pengalaman untuk menambah pengetahuan dalam memilih metode mana yang lebih efisien saat mengajar
BAB 11
PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Prof. Howard barrows, M.D., merupakan salah seorang founding father model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Sejak awal tahun 1970 an, saat di fakultas kedokteran Mc Master University Prof. Howard barrows mengembangkan dan secara berkesinambungan menyebarluaskan metode PBM.
PENGERTIAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Tan, 2000).Ibrahim dan nur (2000:2) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar.
Moffit (depdiknas,2002:12) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Lynda wee (2002) menyebutkan ciri proses PBM sangat menunjang pembangunan kecakapan mengatur diri sendiri (self directed), kolaboratif, berpikir secara metakognitif, cakap menggali informasi, yang semuanya relatif perlu untuk dunia kerja.
Menurut Duch (1994) Pembelajaran Berbasis Masalah adalah metode instruksional yang menantang peserta didik agar belajar untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta memiliki kemampuan analisis peserta didik dan inisiatif atas materi pelajaran. PBM mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.
Pembelajaran berdasarkan masalah (PBM) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal pembelajaran dan integrasi pengetahuan baru.

Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
permasalahan menjadi starting point dalam belajar
permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak terstruktur
Mengorganisasikan pembelajaran diseputar permasalahan, bukan seputar disiplin ilmu
Masalah memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri
Menggunakan kelompok kecil
Menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelejarinya dalam bentuk produk dan kinerja
KOMPONEN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Komponen-komponen pembelajaran masalah dikemukakan oleh Arends, diantaranya adalah:
Permasalahan autentik.
Model pembelajaran yang berbasis masalah mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan bermanfaat bagi peserta didk. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam dunia nyata tidak dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana.
Fokus interdisipliner.
Dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
Pengamatan autentik.
Hal ini dimaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata. Peserta didik diwajibkan untuk menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisi informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi dan menarik kesimpulan.
Produk
Peserta didik di tuntut untuk membuat produk hasil pengamatan. Produk bisa berupa kertas yang dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang lain.
Kolaborasi
Dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial
Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Sintaks PBM dan prilaku Guru yang relevan menurut Warsono,dkk
(Arends,2009:41).
No
Fase
Perilaku Guru
1
Fase 1: melakukan orientasi masalah kepada siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalah serta memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah
2
Fase 2: mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah
3
Fase 3: mendukung kelompok investigasi
Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya
4
Fase 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan memamerkannya
Guru membantu siswa dalam perencanaan dan perwujudan karya yang sesuai dengan tugas yang diberikan seperti:laporan, video, dan model-model,serta membantu mereka saling berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya
5
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Penggunaan model PBM dalam pembelajaran membutuhkan persiapan yang baik. Menurut mohammad (2005:15), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tugas perencanaan pembelajaran dengan menggunakan PBM adalah:
Tugas-tugas perencanaan
penetapan tujuan
Menetapkan tujuan khusus pada PBM merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pencapaian tujuan dalam meningkatkan keterampilan intelektual dan penyelidikan pemahaman dan menolong siswa menjadi tujuan
Merancang situasi masalah
Dalam PBM guru cenderung memberikan siswa suatu keleluasaan dalam memilih masalah untuk diselidiki karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa.
Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam PBM siswa dimungkinkan bekerja dengan beragam material dan peralatan, dan pelaksanaanya bisa dilakukan didalam kelas maupun diluar kelas. Maka pengorganisasian sumber daya dan kebutuhan terhadap penyelidikan siswa harus menjadi tugas utama bagi seorang guru.
Tugas interaktif
Orientasi siswa pada masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan PBM adalah bukan untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri.
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada model PBM siswa diorganisir kedalam belajar dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan kerjasama diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama
Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi sekaligus mendorong pertukaran ide dan menerima ide-ide tersebut
Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Pada tahap akhir PBM adalah guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses bsrpikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidik yang mereka gunakan .
Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Melainkan dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, dan menjadi pembelajar yang mandiri (trianto,2009:96). Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai kelebihan dan kekurangan.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMBELAJARAN BERDASARKANN MASALAH
Kelebihan
Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut
Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa lebih tinggi
Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna
Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari
Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa, dan
Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehinga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan
Kekurangan
PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah .
PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi
Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik
Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian materi yang disajikan pada bab 1 dan bab 11 dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada pembelajaran matematika untuk materi perbandingan. Langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yaitu
(1) Orientasi siswa pada masalah,
(2) Mengorganisir siswa untuk belajar,
(3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,
(4) Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah,
(5) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
SARAN
Adapun beberapa saran dari penulis adalah sebagai berikut:
Bagi guru mata pelajaran matematika, penerapan model pembelajaran matematika berdasarkan masalah pada proses pembelajaran di kelas, dapat membantu siswa untuk memahami materi secara lebih mudah dengan cara berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok
Guru dapat menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif yang disesuaikan dengan materi pembelajaran matematika








Tidak ada komentar:

Posting Komentar