BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ada
kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar
lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika
anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang
berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi
menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan
dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan
kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil
Dalam
kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru
datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di
kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual
RUMUSAN MASALAH
Apa
pengertian dari CTL?
Apa
yang dimaksud dengan pemikiran tentang belajar?
C.
Bagaimana hakekat Pembelajaran Kontekstual?
Apa
pengertian Pembelajaran Kontekstual?
Bagaimana
perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional?
Bagaimana
penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas?
Apa saja komponen Pembelajaran Kontekstual?
Apa
karakteristik Pembelajaran Kontekstual?
Bagaiman
menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual?
TUJUAN PENYUSUNAN
Agar
Pembaca yang hampir seluruhnya merupakan guru dan calon guru dapat lebih
mengetahui konsep dari model pembelajaran konterkstual dan penerapannya di
dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat mempermudah seorang pengajar
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan
METODE PENYUSUNAN
Dalam
penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka dan penulusuran
melalui internet untuk menunjang kelengkapan materi makalah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pengertian
Contextual
Teaching and Learning
(CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa
untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga
siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL
disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
B.
Pemikiran tentang belajar
Dalam
Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih
memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan
dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar
melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat
fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi
oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan
perkembangan jaman.
Pendekatan
kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar
sebagai berikut.
Proses
belajar
Belajar
tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak
mereka.
Anak
belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari
pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
Para
ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
Pengetahuan
tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah,
tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Manusia
mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
Siswa
perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
Proses
belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan
terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
sesorang.
Transfer
Belajar
Siswa
belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
Keterampilan
dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
Penting
bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan
dan keterampilan itu
Siswa
sebagai Pembelajar
Manusia
mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak
mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
Strategi
belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan
tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
Peran
orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah
diketahui.
Tugas
guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa
untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Pentingnya
Lingkungan Belajar
Belajar
efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru
akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya,
guru mengarahkan.
Pengajaran
harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
Umpan
balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
Menumbuhkan
komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
HAKEKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajarn
kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar
(Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment)
PENGERTIAN PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/ konteks lainnya.
Merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara
materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota dan masyarakat
PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL
Kontekstual
Menyandarkan
pada pemahaman makna.
Pemilihan
informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
Siswa
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
Selalu
mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Cenderung
mengintegrasikan beberapa bidang.
Siswa
menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir
kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
Perilaku
dibangun atas kesadaran diri.
Keterampilan
dikembangkan atas dasar pemahaman.
Hadiah
dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
Siswa
tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
Perilaku
baik berdasarkan motivasi intrinsik.
Pembelajaran
terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
Hasil
belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
Menyandarkan
pada hapalan
Pemilihan
informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
Siswa
secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
Pembelajaran
sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
Memberikan
tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
Cenderung
terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
Waktu
belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas,
mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
Perilaku
dibangun atas kebiasaan.
Keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan.
Hadiah
dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
Siswa
tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
Perilaku
baik berdasarkan motivasi entrinsik.
Pembelajaran
terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
Hasil
belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DI KELAS
Pembelajaran
Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
Laksanakan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
Ciptakan
masyarakat belajar.
Hadirkan
model sebagai contoh pembelajaran
Lakukan
refleksi di akhir pertemuan
Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
TUJUH KOMPONEN PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Konstruktivisme
Membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
Pembelajaran
harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
Inquiry
Proses
perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
Siswa
belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
Questioning
(Bertanya)
Kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Bagi
siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
Learning
Community (Masyarakat Belajar)
Sekelompok
orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
Bekerjasama
dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
Tukar
pengalaman.
Berbagi
ide
Modeling
(Pemodelan)
Proses
penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
Mengerjakan
apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
Reflection
( Refleksi)
Cara
berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
Mencatat
apa yang telah dipelajari.
Membuat
jurnal, karya seni, diskusi kelompok
Authentic
Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
Mengukur
pengetahuan dan keterampilan siswa.
Penilaian
produk (kinerja).
Tugas-tugas
yang relevan dan kontekstual
KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Kerjasama
Saling
menunjang
Menyenangkan,
tidak membosankan
Belajar
dengan bergairah
Pembelajaran
terintegrasi
Menggunakan
berbagai sumber
Siswa
aktif
Sharing dengan teman
Siswa
kritis guru kreatif
Dinding
dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel,
humor dan lain-lain
Laporan
kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain
MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN
BERBASIS KONTEKSTUAL
Dalam
pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan
kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa
yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya.
Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan
tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic
assessmennya.
Dalam
konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang
apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara
umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran
konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang
membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih
menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional),
sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario
pembelajarannya.
Atas
dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
Nyatakan
kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok
dan Pencapaian Hasil Belajar.
Nyatakan
tujuan umum pembelajarannya.
Rincilah
media untuk mendukung kegiatan itu
Buatlah
skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
Nyatakan
authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati
partisipasinya dalam pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
CTL
disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyaraka
MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
SELESTINUS
WANAR ( 2013260278 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan
sebuah kebutuhan. Sama halnya dengan kebutuhan papan, sandang, dan pangan.[1] Pendidikan merupakan kegiatan yang
kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu dengan yang lain. Jika
pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka berbagai
elemen yang terlibat dalam pendidikan perlu dikenali.[2]
Pengembangan diri-pun untuk mencapai kemajuan dalam
kehidupan memerlukan apa yang kita sebut dengan pendidikan. Pendidikan sudah
ada sejak adanya peradaban yang diawali dengan proses kependidikan dalam
lingkup yang masih terbatas.
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam
kehidupan kita, Ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap
untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti
suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup
dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat
penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan jaman maka
diperlukan satu pendidikan yang dapat mengembangkan kehidupan manusia dalam
dimensi daya cipta, rasa dan karsa. Dimana ketiga hal tersebut di atas akan
menjadi motivasi bagi manusia untuk saling berlomba dalam mencapai kemajuan
sehingga keberadaan pendidikan menjadi semakin penting. Yang pada akhirnya
menjadikan pendidikan sebagai kunci utama kemajuan hidup manusia dalam segala
aspek kehidupan.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga formal maupun informal dalam
membantu proses transformasi sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan.
Agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai, diperlukan penentuan tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan menentukan keberhasilan dalam
proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas, dengan tanpa
mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Dalam proses
penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu perhitungan yang matang, cermat,
dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu
perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang menjadikan moral sebagai basis
rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban bangsa.
Dalam rangka unuk terwujudnya berbagai macan tuntutan
diatas, maka menjadi sangat penting mengefektifkan berbagai hal yang
terkait dengan proses pengembangan pendidikan. Sehingga gelar bangsa yang maju
akan dapat disandang oleh kita. Oleh karena itu, model pembelajaran perlu kita
ketahui dan kita aplikasikan demi tercapainya tujuan. Salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Falsafah yang mendasari sistem pembelajaran kooperatif
yaitu dari konsep Homo Homoni Socius. Manusia sebagai makhluk sosial,
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Kerjasama merupakan kebutuhan
manusia yang sangat penting demi kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya kerja sama
tidak akan tercapai tujuan bersama.
Oleh karena itu, usaha-usaha guru dalam membelajarkan
siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan
pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai
metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang
utama. Menurut Eggen dan Kauchak sebagaimana dikutip Sri Wardhani.[3] Model pembelajaran adalah pedoman
berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai
suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Slavin, sebagaimana dikutif Isjoni dalam
bukunya, mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaborasi yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Pembelajaran kooperatif merupakan miniature dari
bermasyarakat dan belajar menyadari kekurangan serta kelebihan masing-masing.
TINJAUAN FILOSOFIS
Adapun yang mendasari dari pembelajaran kooperatif
adalah konstruktifistik dan humanistik, disampaing juga yang telah disebutkan
di atas, yaitu Homo Homoni socius.
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses
mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari
dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat
dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang
memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara
stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai dengan pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Filsafat konstruktivisme memberikan landasan bagi
lahirnya teori belajar konstruktivistik. Untuk memahami teori belajar ini ada
baiknya dibuat pembandingan dengan teori belajar yang lain, yang memang sangat
bertolak belakang. Teori belajar pembandingnya adalah teori behavioristik.
Teori ini dipilih karena akan memperjelas konsep konstruktivistik yang
dipaparkan di sini. Belajar, menurut Thorndike, seorang penganut paham
behavioristik, merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-sosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan
atas stimulus tersebut. Jadi terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi
antara stimulus dan respon.Kaum behavioristik meyakini bahwa perilaku merupakan
kumpulan reflek yang diakibatkan proses conditioning.
Proses belajar bagi kaum behavioristik berlangsung
tanpa mempertimbangkan potensi dan kemauan serta kesadaran peserta didik. Maka
model pembelajaran bersifat teacher centered.
Adapun tujuan pembelajaran ditentukan oleh institusi
dan peserta didik tinggal mengikutinya. Implikasinya: materi pelajaran
ditentukan pengajar, pengajar aktif menerangkan dan peserta didik hanya pasif
menerima hingga saatnya evaluasi. Bisa dikatakan pengajar menjadi satu-satunya
sumber belajar. Motivasi belajar hanya dirangsang dengan nilai. Akibatnya
tujuan belajar berbelok hanya sekedar sederetan angka. Tak jarang peserta didik
dijadikan kebanggaan institusi dengan nilai-nilai yang tinggi, baik lewat ujian
nasional maupun lomba-lomba. Akibatnya segala potensi, kemauan dan waktu
peserta didik terserap hanya demi nilai.
Sementara dalam teori belajar humanistme proses
belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini
sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teri ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar
dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti
apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Menurut teori humanisme, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia pun mampu mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang dad dalam diri mereka.
Dalam pelaksanaannya, teori humanisme ini antara lain
tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel.
Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful Lerning” yang
juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan
asimilasi bermakna.materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman
emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi
dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang telah dimilikinya teori
humanisme berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memenusiakan manusia yaitu mencapai aktualisai diari, pemahama
diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadi
teori humanisme dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya
memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanisntic bersifat sangan
eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendiriian atau pendekatan
belajar tertentu akan ada kebaikan dan ada pula klemahannya. Dalam arti ini
elektisisme suatu system dengan membiarkan unsure-unsur tersebut dalam keadaan
sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanisme akan memanfaatkan teori-teori
apapunasal tujuanya tercapai yaitu memanusiakan manusia.
TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu : hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan
sosial.
HasilBelajarAkademik
Pembelajaran kooperatif merupakan metode alternatif
untuk mencapai tujuan pembelajaran antara lain, meningkatkan
kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain, dan pada saat yang sama
dapat meningkatkan prestasi akademik.
Ada beberapa dugaan tantang faktor yang menyebabkan
lebih tingginya prestasi akdemik dalam metode pembelajaran kooperatif jika
dibandingkan dengan metode lainnya. Dari perspektif perkembangan metode
pembelajaran kooperatif, pengaruh pembelajaran kooperatif pada prestasi siswa
sebagian besar disebabkan oleh penggunaan tugas terstruktur.
Dalam pandangan ini kesempatan bagi siswa untuk
berdiskusi, berdebat, mengemukakan pendapat dan mendengarkan pendapat orang
lain merupakan unsur penting dari pembelajaran kooperatif yang menyebabkan
meningkatnya prestasi akademik. Dalam kegiatan tersebut siswa lebih banyak
dirangsang dengan membaca, mendengar, dan berdiskusi. Informasi yang diulang-ulang
dengan bantuan teman dengan bahasa yang mudah dipahami dapat menyebabkan siswa
banyak terlibat dalam penerimaan informasi.
PenerimaanTerhadapPerbedaanIndividu
Metode
pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada
siswa yang berbeda latar belakang dalam kondisi untuk saling bekerja, saling
bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan
struktur penghargaan kooperatif dan belajar untuk menghargai satu sama lain.
Maka, untuk dapat merealisasikan hal tersebut dalam
metode Cooperative Learning dibentuk kelompok kooperatif yang heterogen, yang
berfungsi untuk penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan.
PengembanganKeterampilanSosial
Tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan siswa terampilan bekerja sama dan berkolaborasi. Keterampilan ini
sangat penting untuk dimiliki dalam masyarakat, karena sebagai manusia kita
membutuhkan orang lain dan perlu bekerja sama dengan orang lain.[8]
UNSUR- UNSUR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur yang
saling terkait, yakni:
1. Salingketergantunganpositif(positive
interdependence).
Ketergantungan positif ini bukan berarti siswa
bergantung secara menyeluruh kepada siswa lain. Jika siswa mengandalkan teman
lain tanpa dirinya memberi ataupun menjadi tempat bergantung bagi sesamanya,
hal itu tidak bisa dinamakan ketergantungan positif. Guru harus menciptakan
suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Perasaan saling
membutuhkan inilah yang dinamakan positif interdependence. Saling
ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui ketergantungan tujuan, tugas,
bahan atau sumber belajar, peran dan hadiah.[9]
2. Tatapmuka( face to face interaction )
Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam
kelompok belajar dapat saling tatap muka sehingga mereka dapat berdialog tidak
hanya dengan guru tapi juga bersama dengan teman. Interaksi semacam itu
memungkinkan anak-anak menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Hal ini
diperlukan karena siswa sering merasa lebih mudah belajar dari sesamanya dari
pada dari guru.
3.
KetrampilanSosial(Social
Skill)
Unsur ini menghendaki siswa untuk dibekali berbagai
ketrampilan sosial yakni kepemimpinan (leadership), membuat keputusan (decision
making), membangun kepercayaan (trust building), kemampuan
berkomunikasi dan ketrampilan manajemen konflik (management conflict skill).
Ketrampilan sosial lain seperti tenggang rasa, sikap sopan kepada teman,
mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi yang
lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan
antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.[10]
4. Proses Kelompok(Group Processing)
Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok
mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai
tujuan bersama. Kelompok perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan
tidak kooperatif serta membuat keputusan perilaku mana yang harus diubah atau
dipertahankan.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran
akan mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning community). Konsep
learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
kerjasama dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar
yang tahu dan belum tahu. Jerome Brunner mengenalkan sisi sosial dari belajar,
sebagaimana dikutip oleh Melvin, ia mendeskripsikan “suatu kebutuhan manusia
yang dalam untuk merespon dan secara bersama-sama dengan mereka terlibat dalam
mencapai tujuan”, ia sebut resiprositas.[11] Masyarakat belajar mempunyai dorongan
emosional dan intelektual yang memungkinkan peserta didik melampaui tingkat
pengetahuan dan ketrampilan mereka sekarang.
JENIS-JENIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Sementara model pembelajaran kooperatif memiliki
banyak ragam tipe dalam pengaplikasiannya dilapangan, sebagaimana disebutkan
oleh Suyatno dalam bukunya “ menjelajah seratus pembelajaran inovatif”.[12] Namun dari sekian bayak tipe tersebut,
ada yang sering dipakai dan tentunya paling efektif.
Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran
kooperatif, yaitu :
STAD (Student Teams
Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa
dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas
diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes.
Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu
untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya.
Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh
Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi
oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).Tujuan
diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk
meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga
belajar anggota kelompoknya yang lain.
Mereka diminta mempelajari materi yang akan
menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus
mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat
tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari
dua kelompok, yaitu 1. kelompok asal (home group) dan 2. kelompok ahli (expert
group).
Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen.
Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik.
Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan
meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli.
Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari
anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang
sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari
topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka
masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke
anggota kelompok lainnya secara bergantian.
LT (Learnig Together)
Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model
pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini
adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun
1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa
dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar
tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian
diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model
pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini,
setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun
kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya
mereka bekerjasama dalam kelompok.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN MODEL CL
Setiap model pembelajaran tentunya tidak akan terlepas
dari kelebihan ataupun kekurangan, karena kita tahu bahwa di dunia ini memang
tidak ada yang sempurna sehingga satu sama yang lain harus saling melengkapi.
Berikut akan dijelaskan mengenai keunggulan dari model
pembelajara kooperatif secara singkat : siswa tidak terlalu menggantungkan pada
guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemapuan berfikir sendiri; dapat
mengembangkan kemempuan mengungkapkan idea tau gagasan; dan dapat membantu anak
untuk dapat merespon orang lain.
Adapun kelemahannya adalah : dengan leluasanya
pembalajaran, maka apabila keleluasaan itu tidak optimal, tujuan dari apa yang
dipelajari tidak akan tercapai; dan penilaian kelompok dapat membutakan
penilaian individu, apabila guru tidak jeli.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Terdapat beberapa langkah-langkah dalam model
pembelajaran kooperatif, yaitu :
Menyampaikantujuandanmemotivasisiswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan
kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
Menyajikaninformasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa.
Mengorganisasikansiswakedalamkelompok-kelompokbelajar.
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
Membimbingkelompokbelajar.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam
kelompok kelompok belajar.
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Memberikanpenghargaan.
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran menjadi sangat penting dalam proses belajar
mengajar demi tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Model
pembelajaran adalah pembungkus proses pembelajaran.
untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai
dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang
dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari
dengan aneka pilihan model pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran
kooperatif
DAFTAR
PUSTAKA
Arends, Richard I. Learning To Teach
.Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar 2008.
Fatah Nanang. Landasan Manajemen PendidikanBandung,
PT.Remaja Rosdakarya,2004.
Ilmawati Zulia dkk. Wajah Buruk Pendidikan Indonesia. Majalah
al-wa’ie No.59 Tahun V, 1-3 Juli 2005.
Isjoni. Cooperative Learning Evektivitas Pembelajaran
Kelompok. Bandung: Alfabeta, 2010.
Ismail, Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran).
Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP 2003.
Nurhadi. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban.
Jakarta: Grasindo, 2004.
Sanjaya Wina. Strategi pembelajaran berorientasi
standar proses pendidikan. Jakarta : kencana prenada media group, 2008.
Silberman L. Melvin. Active Learning: 101 cara
belajar siswa aktif. Bandung: Nusa media, 2004.
Suyatno. Menjelajah Seratus Pembelajaran Inovatif.
Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.
Wardhani Sri. Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP.
Yogyakarta: PPPG Matematika 2006.
PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INTRUCTION)
SELESTINUS WANAR ( 2013260278 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam
implementasi kurikulum, model, pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena suatu
model tertentu yang digunakan dalam implementasikan kurikulum membawa implikasi
terhadap penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran
tertentu pula.
Salah
satu komponen penting dalam kurikulum pembelajaran adalah model
pembelajaran. Karena melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta
didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan,
cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model
pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para guru dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Menurut
Arends, model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya
tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran
berarti pula adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan
yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Pola
urutan dari macam-macam model pengajaran memiliki komponen yang sama. Salah
satu dari model pembelajaran adalah model pembelajaran langsung
Model
pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus
untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat
diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
Kita
sering mendengar atau membaca bahkan menggunakan istilah model pembelajaran
langsung, akan tetapi dalam prakteknya, model pembelajaran yang digunakan tidak
sesuai dengan teorinya. Hal ini dapat disebabkan karena kurang pahamnya guru
dalam mempelajari model pembelajaran langsung. Untuk itulah dalam makalah ini
akan dijelaskan tentang model pembelajaran langsung meliputi pengertian,
unsur-unsur pembelajaran langsung, tahap-tahap pembelajaran langsung, kelebihan
dan kekurangan pembelajaran langsung dan contoh aplikasi pembelajaran langsung
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG
Menurut
Arend, Model pembelajaran langsung adalah Salah satu pendekatan mengajar yang
dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana
melaksanakan sesuatu. Dan pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan
tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi.
Ada
beberapa istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan model pembelajaran
langsung diantaranya adalah active
teaching (pengajaran aktiv) dengan tokohnya Good dan Grows (1983) yang
melaksanakan progam Missouri Mathematics Effektiveness Study, dimana
dalam studi ini 40 orang guru dibagi menjadi 2 kelompok. Salah satu kelompok
mendapatkan latihan active teaching sementara kelompok lainnya terus
mengajar seperti sebelumnya. Studi ini menemukan bahwa siswa dari kelompok
pertama mendapatkan skor lebih tinggi dalam tes prestasi dan muridnya terlibat
aktiv di kelas dibanding siswa murid kelompok kedua. Disebut pembelajaran aktiv
karena dalam model ini siswa diharapkan dan dituntut untuk aktiv dalam
pembelajaran terutama pada fase latihan terbimbing dan latihan mandiri. Kemampuan
siswa dalam fase ini menentukan keberhasilan hasil belajar siswa.
Model
pembelajaran langsung juga disebut dengan Explicit Instruction. Model ini
pertama kali diperkenalkan oleh Rosenshine dan Steven pada tahun 1986. Explicit instruction menekankan
strategi demonstrasi oleh guru,
strategi latihan terpadu, dan praktek mandiri atau penerapan strategi belajar. Explicit
Instruction menurut Kardi dapat berbentuk “ceramah, demonstrasi,
pelatihan atau praktik, dan kerja kelompok ” Explicit Instruction”digunakan
untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada
siswa. Dalam model ini kejelasan intruksi guru kepada siswa sangat menentukan
keberhasilan pembelajaran. Begitu pula keseriusan siswa dalam mendemonstrasikan
materi turut andil mempengarui.
Termasuk
model pembelajaran langsung adalah Mastery
teaching yaitu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa dengan maksud
agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Model ini
merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada
guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab guru
memegang peran yang sangat dominan. Melalui model ini guru menyampaikan materi
pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang
disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.
Seringkali penggunaan pengetahuan prosedural
memerlukan penguasaan pengetahuan prasyarat yang berupa pengetahuan deklaratif.
Para guru selalu menghendaki agar siswa-siswa memperoleh kedua macam
pengetahuan tersebut, supaya mereka dapat melakukan suatu kegiatan dan
melakukan segala sesuatu
dengan berhasil.
Jadi,
model pembelajaran Langsung (Direct Intruction) juga dikenal dengan
Istilah lain yang sering dipergunakan ialah, ceramah, pengajaran aktif (active
Teaching), mastery teaching, dan explicit instruction. Dalam
model Pengajaran langsung juga dikenal dengan sebutan whole Class Teaching
( pengajaran seluruh kelas), yaitu mengacu pada gaya mengajar dimana dimana
guru terlibat aktiv mengusung isi pelajaran kepada muridnya dengan mengajarkan
secara langsung kepada seluruh kelas.
C. LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN LANGSUNG
Pemikiran mendasar dari model pembelajaran langsung
adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan
menirukan tingkah laku guru. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang
harus diingat dalam menerapkan model pembelajaran langsung adalah menghindari
penyampaian yang terlalu kompleks.
Diantara teori- teori belajar yang melandasi model
pembelajaran Langsung adalah:
Teori Perkembangan Jean Piaget
Menurut Jean Piaget kemampuan untuk bergaul dengan
hal-hal yang lebih abstrak diperlukan untuk mencernakan gagasan- gasan
dalam berbagai mata pelajaran akademik. Piaget meyakini bahwa
pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubbahan perkembanagn peserta didik.
Dalam pembelajaran langsung guru menjelaskan materi dan
melakukan pelatihan terbimbing serta memberikan kesempatan siswa untuk
mengadakan pelatihan mandiri sehingga siswa dapat menemukan pengalaman-
pengalaman nyata tentang suatu materi tertentu.
Teori Belajar
Sosial Albert Bandura
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar
sosial yang digagas Albert Bandura. Menurut Bandura sbagian besar manusi
belajar melalui pengamatan secara selektiv dan mengingat tingkah laku orang
lain.
Seorang belajar menurut Teori ini, dilakukan dengan
mengamati tingkah laku orang lain ( model), hasil pengamatan itu kemudian
dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman
sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan jalan ini memberikan kesempatan
kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya.
Dalam pembelajaran langsung pada fase kedua guru mendemonstrasikan pembelajaran
sehingga siswa mendapat pengalaman pembelajaran yang benar dan pada fase kedua
pengalaman yang telah diperoleh dipraktekkan siswa, meskipun tetap dalam
pengawasan guru.
D. TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN LANGSUNG
Salah
satu karakteristik dari suatu model pembelajaran adalah adanya sintaks atau
tahapan-tahapan
pembelajaran yang harus diperhatikan guru. Adapun Tahapan atau sintaks model
pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut:
Tahap
Pertama : Orientation (Orientasi).
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika
guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan
disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan
untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2)
mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan
penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan
materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama
pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
Tahap
Kedua: Presentation (Presentasi).
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep
maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah
kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;(2)
pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau
penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang
hal-hal yang sulit.
Tahap
Ketiga : Structured Practice (Latihan
terstruktur). Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan
latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan
balik terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi
respon siswa yang salah.
Tahap
keempat: Guided Practice (Latihan
terbimbing). Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh
guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase
ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.
Tahap
Kelima: Independent Practice
(Latihan mandiri). Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara
mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap
pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan.
Sedangkan
Borich mengemukakan sintak dalam pembelajaran langsung adalah sebagai
berikut:
Reviu
Harian
Pengecekan
pekerjaan yang lalu
Pengarahan
ulang
Penyajian
bahan baru
Memberi
pandangan umum
Menjabarkan
langkah khusus
Membimbing
kegiatan siswa
Memberikan
penegasan
Memberikan
umpan balik khusus
Mengecek
pengertian
Melanjutkan
kegiatan
4.
Memberikan koreksi dan umpan balik
Memberi
koreksi
Memberi umpan balik
Memberi
latihan Bebas
Reviuw
Mingguan dan Bulanan
Sejalan
dengan Hal tersebut di atas, Soeparman Kardi dan M. Nur mengelompokkan sintake
dalam pembelajaran langsung ke dalam 5 Fase yaitu:
Fase- Fase
|
Perilaku Guru
|
Fase
1
Menyampaikan
Kompetensi dan Tujuan Pembelajaran serta mempersiapkan siswa
|
Guru
menjelaskan kompetensi dan tujuan pembelajaran, informasi latar be;lakang
pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
|
Fase
2
Mendemonstrasikan
pengetahuan/ keterampilan
|
Guru
mendemonstraasikan pengetahuan / keterampilan yang benar atau menyajikan
informasi tahap demi tahap
|
Fase
3
Membimbing
Pelatihan
|
Guru
merencanakan dan memberikan bimbingan pelatihan awal
|
Fase
4
Mengecek
Pemahaman dan memberi Umpan Balik
|
Guru
mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, serta
memberikan umpan balik
|
Fase
5
Memberikan
kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
|
Guru
mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dengan perhatian
khusus pada penerapan kepada situasi lebih komplek dalam kehidupan
sehari-hari
|
Penjelasan
dari Tabel Fase dan peran guru dalam Pembelajaran Langsung di atas adalah:
Fase 1 = Memberitahukan Tujuan
dan menyiapkan siswa
Kegiatan
ini dilakukan untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi
mereka untuk berperan serta dalam pelajaran. (1) kegiatan pendahuluan
untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2)
mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran;
(3) memberikan penjelasan/arahan mengenai
kegiatan yang akan dilakukan; (4)
menginformasikan materi/konsep yang akan
digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan
selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka
pelajaran.
Fase 2 = Presentasi dan
Demonstrasi
Ada
dua pengetahuan yang diberikan guru kepada siswa, Pertama, Pengetahuan
Deklaratif yaitu guru mempresentasikan informasi kepada siswa, keberhasilannya
terletak pada kemampuan guru dalam memberikan informasi dengan jelas dan
spesifik kepada siswa.
Kedua,
Pengetahuan Prosedural yakni guru mendemonstrasikan suatu konsep atau
keterampilan dengan berhasil. Dalam hal ini guru perlu sepenuhnya menguasai
konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan
demonstrasi untuk menguasai komponen-komponenya.
Fase 3 = menyediakan latihan
terbimbing
Prinsip-prinsip
yang digunakan sebagai acuan bagi guru dalam melakukan pelatihan terbimbing
adalah:
Tugasi siswa melakukan latihan singkat, sederhana
dan bermakna
Berikan pelatihan sampai benar- benar menguasai
konsep
Guru harus pandai mengatur waktu selama pelatihan
Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan
Fase 4 = Mengecek Pemahaman dan
memberi Umpan balik
Pengecekan
dan pemberian umpan balik dapat berupa pertanyaan kepada siswa dan siswa
memberi jawaban. Kemudian guru merespon kembali jawaban siswa tersebut. Cara
lain adalah dengan tes lisan maupun tertulis.
Agar
umpan balik lebih efektif, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan, yaitu:
Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan
Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik
Konsentrasikan pada tingkah laku bukan maksud
Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa
Berikan pujian pada hasil yang baik
Jika umpan balik negative, tunjukkan bagaimana
melakukan yang benar
Bantu siswa memusatkan perhatian pada “proses” bukan
“hasil”
Ajari siswa cara memberikan umpan balik kepada diri
sendiri dan bagaimana menilai keberhasilan kinerjanya.
Fase 5 = memberikan kesempatan
untuk pelatihan lanjutan (mandiri) dan penerapannya
Latihan
mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran pengajaran
langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah dan latihan mandiri dapat
digunakan untuk memperpanjang waktu belajar.
Sebelum melaksanakan pembelajaran langsung guru perlu
merencanakan proses pembelajaran. Adapun tugas-tugas perencanaan guru adalah
Merumuskan
Tujuan
Tujuan
yang baik perlu berorientasi pada siswa yang spesifik, mengandung uraian yang
jelas tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung tingkat
ketercapaian kinerja yang diharapkan (kriteria keberhasilan).
Memilih
Isi
Bagi
guru pemula yang masih dalam proses penguasaan sepenuhnya materi ajar,
disarankan agar dalam memilih materi ajar mengacu pada kurikulum yang berlaku,
dan buku ajar tertentu.
c.
Melakukan Analisis Tugas
Analisis
tugas ini adalah alat yang digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi dengan
presisi yang tinggi hakikat yang setepatnya dari suatu keterampilan atau butir
pengetahuan yang terstruktur dengan baik, yang akan diajarkan oleh guru.
d.
Merencanakan Waktu dan Ruang
Ada dua hal
yang harus diperhatikan oleh guru:
Memastikan bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan
bakat dan kemampuan siswa
Memotivasi siswa agar mereka tetap melakukan
tugas-tugasnya dengan perhatian yang optimal.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMBELAJARAN
LANGSUNG
Menurut
Sudrajat, model explicit instruction memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan model explicit instruction
Dengan
model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan
urutan informasi yang diterima oleh siswa
sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh
siswa.
Dapat
diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
Dapat
digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang
mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
Dapat
menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan
informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.
Merupakan
cara yang paling efektif untuk mengajarkan
konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang
berprestasi rendah.
Dapat
menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif
singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
Memungkinkan
guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai
mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang
ketertarikan dan dan antusiasme siswa.
Sedangkan
kelemahan model Direct instruction :
Model
pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
mengasimilasikan informasi melalui kegiatan
mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena
tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal
tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
Dalam
model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam
hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat
pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.
Karena
siswa hanya memiliki sedikit ksesempatan untuk terlibat secara aktif,
sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan interpersonal mereka.
Karena
guru memainkan peran pusat dalam model
ini, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru.
Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan,
percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat
menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
Terdapat
beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru
yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran,
yang menjadi karakteristik model pembelajaran
langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan
penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.
Berdasarkan
kutipan diatas, maka penggunaan model Direct instruction
dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan tersktruktur dimana
isi materi penuh disampaikan kepada anak didik dalam waktu yang relatif singkat
dan guru yang memiliki persiapan yang
matang dalam penyampaian pelajaran dapat menarik
perhatian siswa. Namun tidak dipungkiri
bahwa model Direct instruction memiliki
kelemahan yaitu ruang untuk siswa aktif
memang terlalu sempit yang berdampak tidak mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Walaupun Direct
instruction memiliki kelemahan tidak mengembangkan
keterampilan sosial siswa tetapi itu tidak menjadi penghalang
karena guru akan berperan aktif dalam proses pengembangan diri setiap
siswa untuk memperoleh hasil yang baik dengan menggunakan pembelajaran
ini.
F. CONTOH APLIKASI PEMBELAJARAN LANGSUNG
Banyaknya model pembelajaran
yang dikembangkan para pakar tersebut tidaklah berarti semua
pengajar menerapkan semuanya untuk setiap mata
pelajaran karena tidak semua model cocok
untuk setiap topik atau mata pelajaran. Ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model
pembelajaran, yaitu: 1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sifat
bahan/materi ajar, 2) Kondisi siswa, 3) Ketersediaan sarana-prasarana belajar.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran
langsung:
1. Menyampaikan tujuan
danmempersiapkan siswa.
2. Mendemontrasikan
pengetahuan dan keterampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek dan
memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan
untuk latihan lanjutan.
Berpijak
pada penjelasan di atas, maka rumpun mata pelajaran yang sesuai untuk model
pembelajaran langsung adalah MIPA (matematika, Fisika, Kimia). Sedangkan pada
Mata Pelajaran Agama Islam, maka Materi yang cocok dengan pembelajaran langsung
ini diantaranya:
Materi Sholat
Materi Taharah
Materi Wudlu dan Tayammum
Materi ibadah haji
Dan lain-lain
Contoh
aplikasi Direct Teaching pada Pembelajaran Agama Islam materi Wudlu bagi siswa
SD kelas 2
1.
Fase Pertama, guru menyampaikan tujuan pembelajaran agar siswa mampu
menyebutkan tata cara berwudlu dan mempraktekkannya dengan benar. Pada tahap
ini guru memberikan deskripsi tentang pengertian wudlu, syarat sah dan syarat
wajib berwudlu, rukun dan sunnah wudlu serta hal-hal yang membatalkan wudlu.
2.
Fase Kedua, guru mendemonstrasikan cara berwudlu melalui tepuk wudlu dan
praktek langsung
3.
Fase Ketiga, guru membimbing dalam pelatihan berwudlu dengan memberikan
instruksi bertahap. Siswa mempraktekkan gerakan wudlu secara bersama- sama,
tahap demi tahap sesuai intruksi guru. Guru memastikan gerakan siswa tepat
sesuai aturan yang benar.
4.
Fase Keempat, guru mengecek pemahaman siswa dan memberi umpan balik
tentang materi wudlu yang diberikan. Misalnya dengan memberikan seatwork
(latihan-latihan soal) atau workbook (lembar kerja) seputar materi wudlu. Cara
lain dengan Tanya jawab sesuai materi.
5.
Fase kelima, guru memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dengan
melalui tugas rumah mengamati orang tua berwudlu setiap sebelum sholat dan
menirunya
BAB III
PENUTUP
Model
pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan prosedur yang terstruktur dengan baik yang dapat
diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
Adapun
langkah atau sintaks dari pembelajaran langsung adalah:
Fase
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
Fase
2. Mendemontrasikan
pengetahuan dan keterampilan.
Fase
3. Membimbing pelatihan.
Fase
4. Mengecek dan
memberikan umpan balik.
Fase
5. Memberikan kesempatan
untuk latihan lanjutan.
Pembelajaran langsung mempunyai keunggulan namun
disisi lain ada keterbatasan pada model ini. Diantaranya Relatif banyak
materi yang bisa tersampaikan, dan Untuk hal-hal yang sifatnya
prosedural, model ini akan relatif mudah diikuti.
Pemikiran mendasar dari model pembelajaran langsung
adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan
menirukan tingkah laku gu ru. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang
harus diingat dalam menerapkan model pembelajaran langsung adalah menghindari
penyampaian yang terlalu kompleks
Diantara
Kekurangan/kelemahan model pembelajaran langsung adalah jika terlalu dominan
pada ceramah, maka siswa merasa cepat bosan.
Sebagai
guru, hendaknya kita mempelajari berbagai macam model-model pembelajaran dengan
sungguh-sungguh, sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran yang
akan kita alami kemudian hari. Model pembelajaran sangat penting karena dapat
mempengaruhi keberhasilan pengajaran bagi guru, dan belajar bagi siswa.
Penggunaan model harus disesuaikan dengan keadaan sekolah, keadaan guru,
keadaan siswa, serta materi/kurikulum yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Bruce
Joyce, Marsha Weil and Emily Calhoun, Models Of Teaching, (PHI
Learning, tt)
Hakim,
Lukmanul, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009)
Kardi,
Soeparman dan Mohammad Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya: PSMS Unesa,
2004)
Majid,
Abdul, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2009)
Muijs,
Daniel dan David Reynold, Terj. Nelly Prajitno, Effective Teaching,Teori dan
Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
Prihatin,
Eka, Guru Sebagai Fasilitator, (Bandung: Karsa Mandiri Persada, 2008)
Sanjaya,
Wina , Strategi Pembelajaran, (Bandung: Kencana Prenada Media Group,
2008)
Sumiati
dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009)
Trianto,
Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis.
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2011)
modelpembelajaranberdasarkanmasalah
SELESTINUS WANAR ( 2013260278 )
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan
adalah lemahnyakemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk
menyelesaikan masalah. Siswa cenderung dijejali dengan berbagai informasi yang
menuntut hafalan saja. Banyak sekali pengetahuan dan informasi yang dimiliki
siswa tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi yang mereka hadapi.
Alih-alih dapat menyelesaikan masalah, pengetahuan mereka seperti tidak relevan
dengan apa yang mereka hadapi. Ketika siswa mengikuti sebuah pendidikan tiada
lain untuk menyiapkan mereka menjadi manusia yang tidak hanya cerdas tetapi
mampu menyelesaikan persoalan yang akan mereka hadapi di kemudian hari.
Sudah sering mendengar keluhan siswa betapa beratnya
mereka mengikuti beban dari sekolah. Mereka dituntut untuk mengetahui segala
hal yang dituntut oleh kurikulum. Walaupun kapasitas intelektualnya dapat
menjangkau beban tersebut, siswa seperti telepas dari dunianya. Padahal yang
mereka hadapi harus dapat diselesaikan dengan kemampuan sendiri. Oleh karena
itu, pendidikan harus membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut
adalah kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui
pembelajaran dimana masalah dihadirkan di kelas dan siswa diminta untuk
menyelesaikannya dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki.
Pembelajaran bukan lagi sebagai “transfer of knowledge”, tetapi mengembangkan
potensi siswa secara sadar melalui kemampuan yang lebih dinamis dan aplikatif.
Berdasarkan hal tersebut, guru perlu merancang
pembelajaran yang mampu membangkitkan potensi siswa dalam menggunakan kemampuan
berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Salah satu pendekatan pembelajaran
tersebut adalah apa yang disebut “Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)” atau
“Problem Based Learning (PBL)”. Pendekatan pembelajaran ini dipusatkan kepada
masalah-masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah
tersebut dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber
yang dapat diperoleh.
Berdasarkan uraian diatas, maka judul yang diangkat
yaitu “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Perbandingan
Kelas V11 SMP”.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah: “Bagaimanakah Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah pada materi Perbandingan Kelas V11 SMP”?
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada materi
perbandingan kelas V11 SMP.
MANFAAT
PENULISAN
Dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi:
Siswa
Meningkatkan minat belajar siswa dalam memahami
pelajaran matematika
Membantu siswa mengatasi dan mengurangi kesulitan
dalam belajar
Memotivasi siswa untuk bekerja sama dan bertanggung
jawab.
GuruSebagai alternatif dalam kegiatan mengajar
matematika, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga dapat memenuhi
salah satu kompetensi guru, yaitu kompetensi profesionalisme guru yang
berkaitan dengan pembelajaran.
Sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pembelajaran
Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah, melalui
peningkatan prestasi siswa dan kinerja guru.
PenulisDapat dijadikan pengalaman untuk menambah
pengetahuan dalam memilih metode mana yang lebih efisien saat mengajar
BAB 11
PEMBAHASAN
MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Prof. Howard barrows, M.D., merupakan salah seorang
founding father model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Sejak awal tahun
1970 an, saat di fakultas kedokteran Mc Master University Prof. Howard barrows
mengembangkan dan secara berkesinambungan menyebarluaskan metode PBM.
PENGERTIAN
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan
berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap
tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan
kompleksitas yang ada (Tan, 2000).Ibrahim dan nur (2000:2) mengemukakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang
berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk didalamnya belajar bagaimana
belajar.
Moffit (depdiknas,2002:12) mengemukakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Lynda wee
(2002) menyebutkan ciri proses PBM sangat menunjang pembangunan kecakapan
mengatur diri sendiri (self directed), kolaboratif, berpikir secara
metakognitif, cakap menggali informasi, yang semuanya relatif perlu untuk dunia
kerja.
Menurut Duch (1994) Pembelajaran Berbasis Masalah
adalah metode instruksional yang menantang peserta didik agar belajar untuk
belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang
nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta memiliki
kemampuan analisis peserta didik dan inisiatif atas materi pelajaran. PBM
mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk
mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.
Pembelajaran berdasarkan masalah (PBM) adalah suatu
model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai
titik awal pembelajaran dan integrasi pengetahuan baru.
Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Masalah
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah
sebagai berikut:
permasalahan menjadi starting point dalam belajar
permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang
ada didunia nyata yang tidak terstruktur
Mengorganisasikan pembelajaran diseputar permasalahan,
bukan seputar disiplin ilmu
Masalah memberikan tanggung jawab yang besar dalam
membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri
Menggunakan kelompok kecil
Menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan apa
yang telah dipelejarinya dalam bentuk produk dan kinerja
KOMPONEN
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Komponen-komponen pembelajaran masalah dikemukakan
oleh Arends, diantaranya adalah:
Permasalahan autentik.
Model pembelajaran yang berbasis masalah
mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan bermanfaat bagi
peserta didk. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam dunia nyata tidak
dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana.
Fokus interdisipliner.
Dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir
struktural dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
Pengamatan autentik.
Hal ini dimaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata.
Peserta didik diwajibkan untuk menganalisis dan menetapkan masalahnya,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisi
informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi dan menarik kesimpulan.
Produk
Peserta didik di tuntut untuk membuat produk hasil
pengamatan. Produk bisa berupa kertas yang dideskripsikan dan didemonstrasikan
kepada orang lain.
Kolaborasi
Dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial
Sintaks
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Sintaks PBM dan prilaku Guru yang relevan menurut
Warsono,dkk
(Arends,2009:41).
No
|
Fase
|
Perilaku Guru
|
1
|
Fase 1: melakukan orientasi masalah kepada siswa
|
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik (bahan dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalah serta
memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas
penyelesaian masalah
|
2
|
Fase 2: mengorganisasikan siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah
|
3
|
Fase 3: mendukung kelompok investigasi
|
Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang
sesuai, melakukan eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya
|
4
|
Fase 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan
memamerkannya
|
Guru membantu siswa dalam perencanaan dan perwujudan
karya yang sesuai dengan tugas yang diberikan seperti:laporan, video, dan
model-model,serta membantu mereka saling berbagi satu sama lain terkait hasil
karyanya
|
5
|
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses
penyelesaian masalah
|
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
terhadap hasil penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
|
Penggunaan model PBM dalam pembelajaran membutuhkan
persiapan yang baik. Menurut mohammad (2005:15), beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam tugas perencanaan pembelajaran dengan menggunakan PBM
adalah:
Tugas-tugas perencanaan
penetapan tujuan
Menetapkan tujuan khusus pada PBM merupakan salah satu
hal yang perlu dipertimbangkan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pencapaian
tujuan dalam meningkatkan keterampilan intelektual dan penyelidikan pemahaman
dan menolong siswa menjadi tujuan
Merancang situasi masalah
Dalam PBM guru cenderung memberikan siswa suatu
keleluasaan dalam memilih masalah untuk diselidiki karena cara ini dapat
meningkatkan motivasi siswa.
Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam PBM siswa dimungkinkan bekerja dengan beragam
material dan peralatan, dan pelaksanaanya bisa dilakukan didalam kelas maupun
diluar kelas. Maka pengorganisasian sumber daya dan kebutuhan terhadap
penyelidikan siswa harus menjadi tugas utama bagi seorang guru.
Tugas interaktif
Orientasi siswa pada masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan PBM adalah bukan
untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tapi untuk melakukan
penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang
mandiri.
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada model PBM siswa diorganisir kedalam belajar
dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan kerjasama diantara siswa dan
saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama
Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi
sekaligus mendorong pertukaran ide dan menerima ide-ide tersebut
Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Pada tahap akhir PBM adalah guru membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses bsrpikir mereka sendiri, dan keterampilan
penyelidik yang mereka gunakan .
Manfaat Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Melainkan
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektual, dan menjadi pembelajar yang mandiri
(trianto,2009:96). Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN PEMBELAJARAN BERDASARKANN MASALAH
Kelebihan
Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab
mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut
Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah
dan menuntut keterampilan berpikir siswa lebih tinggi
Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki
siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna
Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab
masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata,
hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang
dipelajari
Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu
memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang
positif diantara siswa, dan
Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehinga pencapaian ketuntasan
belajar siswa dapat diharapkan
Kekurangan
PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi
pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih
cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah .
PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit
sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi
Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja
siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik
Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia
dengan lengkap
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian materi yang disajikan pada bab 1 dan bab
11 dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan
pada pembelajaran matematika untuk materi perbandingan. Langkah-langkah model
pembelajaran berbasis masalah yaitu
(1) Orientasi siswa pada masalah,
(2) Mengorganisir siswa untuk belajar,
(3) Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok,
(4) Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan
masalah,
(5) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah
SARAN
Adapun beberapa saran dari penulis adalah sebagai
berikut:
Bagi guru mata pelajaran matematika, penerapan model
pembelajaran matematika berdasarkan masalah pada proses pembelajaran di kelas,
dapat membantu siswa untuk memahami materi secara lebih mudah dengan cara
berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok
Guru dapat menerapkan model-model pembelajaran yang
inovatif yang disesuaikan dengan materi pembelajaran matematika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar